Komisi VI DPR Tinjau Djakarta Lloyd

02-04-2015 / KOMISI VI

Tim Komisi VI DPR meninjau langsung ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta untuk menyaksikan dari dekat beberapa kapal yang sedang diperbaiki milik PT. Djakarta Lloyd (D’Lloyd). Peninjauan ini terkait dengan Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diberikan untuk D’Lloyd sebesar Rp350 miliar.

 

Setidaknya ada tiga kapal yang ditinjau pada Kamis (2/4). Satu di antaranya adalah kapal Sam Ratulangi yang memiliki kapasitas 1.600 kontainer. Kapal ini dibuat tahun 2001. Nilai perbaikan kapal tersebut tercatat Rp38,1 miliar. Dengan menggunakan speed boot Tim Komisi VI mendekati tiga kapal yang sedang dalam perbaikan di tengah laut. Terlihat kapal Sam Ratulangi berkarat hampir di semua permukaan lambungnya.

 

Begitu pula kapal Jatiwangi dan kapal Lhoksemawe yang membutuhkan anggaran perbaikan masing-masing Rp22,6 miliar dan Rp19,2 miliar. Total anggaran yang dibutuhkan untuk perbaikan enam kapal plus biaya operasional mencapai Rp207,2 miliar. Tim Komisi VI yang meninjau D’Lloyd dipimpin Wakil Ketua Komisi VI Farid Al Fauzi, didampingi dua anggotanya Slamet Junaedi (F_Nasdem) dan Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz (F-PKB).

 

Usai peninjauan, Eem berkomentar, alokasi anggaran untuk D’Lloyd sebenarnya masih kurang. Ia menyangkan bila semua aset berupa kapal ini tidak diselamatkan. Kapal Sam Ratulangi, misalnya, bila tak diperbaiki mungkin akan tenggelam dua tahun lagi. Padahal, kapal ini pernah menjadi angkutan lintas negara. “D’Lloyd membutuhkan anggaran cukup besar. Negara perlu turun tangan menghadapi hal ini,” ujar politisi dari dapil Jabar III itu.

 

Selain perbaikan kapal, D’Lloyd juga mendapat anggaran dari PMN untuk pengadaan kapal Handymax 45.000 MT senilai US$ 12.000.000 atau setara dengan Rp142,8 miliar. Ditambahkan Eem, D’Lloyd yang terus merugi karena aksi korporasi, memang, butuh suntikan anggaran. Suntikan anggaran tersebut juga untuk meningkatkan posisi kepemilikan saham pemerintah.

 

“D’Lloyd harus menjadi penggerak utama dunia pelayaran Indonesia. Dengan PMN itu, kepemilikan saham pemerintah minimal menjadi 51%. Saya pernah sampaikan kepada Menteri BUMN Rini Soewandi, bila saham pemerintah di D’Lloyd tidak sampai 51%, sebaiknya PMN tidak diberikan, karena legal standingnya tidak jelas,” ungkap Eem. (mh) foto:mh/parle/ry

 

 

BERITA TERKAIT
KAI Didorong Inovasi Layanan Pasca Rombak Komisaris dan Direksi
15-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menyambut baik pergantian Komisaris dan Direksi PT Kereta Api Indonesia...
Puluhan Ribu Ton Gula Menumpuk di Gudang, Pemerintah Harus Turun Tangan
11-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menyoroti kondisi sejumlah gudang pabrik gula di wilayah Situbondo dan...
Koperasi Merah Putih adalah Ekonomi yang Diamanahkan Oleh Founding Fathers Kita
06-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta– Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih didorong oleh kebutuhan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa melalui pendekatan ekonomi kerakyatan yang...
Legislator Kritik PLN yang Utang 156 M Setiap Hari
05-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menyoroti soal lonjakan utang PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau...